Selasa, 27 April 2010

Abi, Rina Hanya Ingin


Nafasku ini tak mampu ku atur. Saat ini hanya kecewa saja yang membebali syaraf positifku. Aku selalu bertanya, mana abi? Mana abi? Aku ingin abi di sini walau hanya sekedar duduk untuk menyaksikan aku memakai toga. Toga yang selama ini abi nanti-nantikan. Aku tak seperti yang lain, aku terlampau lama setelah teman-teman seangkatanku menyelesaikan studinya, entah aku terbuai atau memang aku sebenarnya lebih mencintai pekerjaan. Tetapi yang jelas, aku ingin abi di sini, ya Allah, hatiku belum bisa legowo menerima alasan yang kurang logis itu.
Acara sepenting wisuda, yang datang hanya mas dan umi.Ya Allah aku kecewa, aku hanya ingin membayar semua yang pernah aku lakukan, aku ingin mengganti hari ulangtahun abi, yang waktu itu terselimuti harap cemas, karena aku jatuh sakit dan harus dioperasi. Tujuh tahun ku terlalu santai berada di universitas ini, tapi abi tak bisa hadir. ketika harusnya aku memeluknya dan megucap ”Abi...Umi...ini untuk Abi dan Umi....Rina wisuda”, atau walau hanya untuk mengabadikan gambar abi dan umi di sampingku ketika aku megenakan toga. Sedari tadi, aku memag selalu mengeluh dengan keadaan ini. Terlampau kecewa hati ini, sampai-sampai aku ingat kembali cerita-cerita yang sama, yang aku alami waktu aku kecil. Abi, tak kah engkau megetahuinya?
Abi... Rina sangat menginginkan abi berada di sisi kanan Rina, karena Rina tak bisa berjaji untuk memakai toga lagi nantinya. Tapi abi lebih memilih tak datang untuk menyambut tamu dari dinas. Yang jadi anganku saat ini hanya berbisik, ”aku anakmu abi... bukan kurang dari seorang pejabat dinas, bukan aku manja atau merengek, tapi abi yang membuatku berpikir untuk segera menyelesaikan studi ini, abi dan umi yang jadi alasanku untuk bangkit bangun.”
Bersama satu teman kecil, aku menyimpan kata-kataku itu, yang bisa aku bagi dengannya hanyalah nada tak karuan dari isak-isak tangisku. Tapi rupanya itu membuatnya ikut melinang. Sudahlah Rin.... aku selalu mengingatkan diri sendiri, walaupun aku tak bisa menerima alasanan abi atau kakakku berikan.
Semuanya menjadi semakin terang jelas, aku tak ingin mengandalkan siapa-siapa, aku tak ingin berharap, karena harapan itu sangatlah sakit ketika aku jatuh tak berhasil meraihnya. Hanya airmata yang tak bisa merubah keadaanku, yang cenderung mngsihi diri sendiri. Aku berusaha tegar, walau kehadiran Abi tak terganti oleh siapapun. Aku mau abi, aku mau abi bangga, aku mau abi tersenyum, aku mau abi melupakan sejenak urusan dinasnya, demi seorang Rina, anak terakhirnya....19 april 2010






For my lovely Sister yang mengajarkan Ve sebuah ketegaran yang kompleks...Istiqomah Arina Proboningtyas.

0 komentar:

Posting Komentar